Jateng7.com.BLORA-Problematika terkait kesejahteraan guru swasta masih saja menjadi PR untuk Indonesia. Begitu juga yang dikeluhkan oleh guru SLB swasta di Kabupaten Blora.
Ditemui di sela-sela acara In House Training dalam rangka Peningkatan Potensi Guru Dalam Implementasi Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka, bertempat di gedung DPRD Kabupaten Blora, Selasa (21/3/2023), Ketua Panitia, Endang Hariyanti meluapkan uneg-unegnya.
“Acara pelatihan ini sifatnya lokalan, yang mana sekolah-sekolah swasta menginginkan punya potensi kompetensi, terutama di bidang kurikulum yang baru. Yaitu Platform Merdeka Mengajar (PMM). Sekarang kurikulumnya Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM),” ujarnya.
Terkait kurikulum yang baru saja diterapkan kurang dari satu tahun ini, menurutnya banyak yang harus disesuaikan dan dipelajari oleh guru.
“Kalau kemarin kurikulum 13, sekarang berubah lagi yaitu IKM. Dan kurikulum itu boleh berubah menyesuaikan dengan situasi. Dan ini bagaimana untuk mendalami kurikulum yang baru ini bersama-sama dalam sekolah swasta berinisiatif untuk memahami, karena di kurikulum Merdeka ini banyak modul-modul, topik-topik yang memang harus dipelajari oleh guru,” terangnya.
Pelatihan yang awalnya mengacu pada SLB negeri ini, terpaksa diinisiasi untuk diadakan lebih awal. Menurutnya, untuk memotivasi guru, dan mengejar waktu juga agenda yang padat, di antaranya puasa, hari raya, dan libur sekolah.
“Ini semua untuk bekal liburan puasa guru-guru. Mereka kita bekali biar nanti belajar di rumah sendiri dengan ilmu yang sudah diterima saat ini,” ucapnya.
Dia menyampaikan, tujuan utama dari pelatihan ini adalah untuk membekali guru-guru supaya tidak ketinggalan dengan program baru IKM.
“Intinya sekarang itu, kurikulumnya murid itu bebas belajar. Mau belajar di halaman maupun ruangan, sesuai dengan temanya, dan merdekanya siswa itu seperti itu.”
Acara yang seharusnya diikuti oleh 5 Sekolah Luar Biasa (SLB) se-Kabupaten Blora ini hanya dapat diikuti oleh 4 SLB. Karena sekolah SLB yang satu ijin.
Regulasi baru terkait skema bantuan saat ini, Endang mengatakan, membuat sekolah swasta jadi sulit jika ingin mendapat bantuan.
“Dulu saya sebelum 2015, sekolah kami sering mendapat bantuan setiap tahunnya. Dan akhir-akhir ini tidak ada,” keluhnya.
“Yang banyak itu sekolah SLB negeri, sampai 8 paket. Padahal sekolah negeri bangunannya sudah bagus. Dia mendapat bantuan dengan alasan mana-mana yang harus direhab. Sedangkan sekolah SLB swasta tidak ada yang dapat bantuan,” lanjutnya.
Untuk sekolah SLB negeri di Blora ada 2, yaitu SLB di Jepon dan SLB di Randublatung. Sedangkan SLB swasta yang ada di Blora berjumlah 5, yaitu di Ngawen, Kunduran, Jepon, Cepu, dan Blora.
Dia berharap, kesejahteraan guru SLB swasta bisa terpenuhi. Karena dulu 2015 SLB masuk kabupaten, kemudian tahun berikutnya beralih ke provinsi hingga sekarang.
“Dulu saat ikut kabupaten guru SLB swasta dapat kesra dan sekarang ikut provinsi tidak dapat kesra. Kesranya itu padahal cuma sedikit, rasanya gimana, tapi itu disyukuri,” ucapnya.
Lanjutnya, kegiatan semakin banyak tuntutan-tuntutan, kurikulum juga semakin tinggi, hal ini justru berbanding terbalik dengan kesejahteraan guru SLB yang rendah.
“Saya kadang kasihan, padahal biaya operasional itu pas-pasan. Memang betul untuk tahun ini sudah ada kenaikan dengan kisaran 15 juta. Tapi untuk gaji guru sendiri minim. Dan untuk anak-anak yang ingin sekolah di SLB Ngawen, saya tidak menarik biaya untuk siswa,” terangnya.
Baca juga: Satu Orang Tahanan Polsek Kuta Utara Jalani Pemeriksaan Kesehatan
Endang mengaku, sebagai dana operasional dikumpulkan dari infaq 10 ribu oleh wali murid untuk foto copy dan lain-lain. Sedangkan gaji guru didanai dari Dana Bos. Endang menyampaikan, dana Bos diperbolehkan untuk dialokasikan untuk kesejahteraan guru, sebesar 50 persen.
“Saya ambilkan dari dana itu. Lha dana bos itu untuk operasional dan untuk sekolah swasta itu diperbolehkan, dipakai 50 persen. Tapi tetap kurang karena dana operasional sekolah itu sangat banyak,” jelasnya.
Sedangkan untuk perbaikan dan biaya perawatan gedung, Endang menyampaikan, dana dikumpulkan sedikit demi sedikit untuk menutup kebutuhan sekolah.
Di Kabupaten Blora, total guru yang ada di SLB kurang lebih 80 guru. Sementara SLB Ngawen ada 12 guru. Dan untuk siswa di Ngawen ada 56 dari SD sampai SMA. Sedangkan se-kabupaten total siswa SLB kurang lebih ada 300 siswa.
“Kebutuhan khusus siswa itu bermacam-macam antara lain, ketunaan, tuna rungu, tuna grahita (ideot) jadi anak itu fisiknya besar tapi pikirannya seperti anak kecil,” jelasnya.
Berbagai macam kebutuhan khusus dari siswa SLB, Endang menyampaikan bahwa mereka lebih termotivasi jika belajar bersama dengan teman-temannya.
“Jadi kadang ada yang nulis dan nulis itu diajari berkali-kali susah, tapi begitu dia bersama teman-temannya merasa senang, kita sebagai guru juga ikut senang. Kadang-kadang orang tua ada yang malu punya anak seperti itu, terus dipingit di rumah, kan kasihan kalau seperti itu. Maka saya mendirikan sekolah itu gara-gara mengetahui seperti itu, saya prihatin,” kisahnya menceritakan perihal anak-anak yang kurang beruntung dengan kondisi berkebutuhan khusus.
“Diakui atau tidak, dalam hal ini sekolahan saya, saya tidak peduli. Yang penting saya memberikan tempat pelayanan untuk anak-anak berkebutuhan khusus itu menjadi punya semangat, itu saja. Jadi mulai saya tidak punya apa-apa, saya tidak peduli.”
Berangkat dari kondisi yang jauh dari berlebih, Endang mengaku memulai niatnya tersebut karena tergerak hati nuraninya. Gedung tempat anak-anak SLB pun berasal dari usaha yang luar biasa. Bermula mengontrak rumah, hingga kemudian dapat membelinya menggunakan dana bantuan dari kementerian yang sebelumnya telah dilobi.
“Saya ditelepon oleh Direktorat Kementrian Pusat. Karena saya sebelumnya sudah lobi-lobi ke kementrian pusat untuk meminta bantuan. Saya ditransfer uang 100 juta dari kementrian pendidikan lewat rekening sekolah. Dan saya cek, betul akhirnya sudah masuk di rekening. Dan saya sujud sukur di Masjid Baitunur Blora,” ungkapnya.
Setelah itu uang tersebut untuk membayar rumah tanah tersebut, dan kurang 50 juta. Kekurangan tersebut diambilkan dari kredit di Bank yang ada di Blora dan akhirnya bisa lunas.
“Harapan sekolah untuk kebutuhan khusus, terutama supaya gurunya bisa mendapatkan kesra, gedung-gedungnya layak dan anak-anak yang berkebutuhan khusus ini supaya bisa mendapatkan pendidikan yang layak,” ujarnya.
Di samping itu, dia juga berharap kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, sebagai pemangku kebijakan bahwa sekolah swasta itu perlu untuk mendapatkan perhatian. Bahwa usaha mendirikan sekolah SLB swasta tersebut dengan jerih payah yang luar biasa.
Dengan melihat sekolah negeri yang selalu diperhatikan, Endang mengaku iri. Padahal sebetulnya sekolah swasta memiliki peran yang besar, yakni membantu pemerintah menampung anak berkebutuhan khusus yang mana tidak tertampung di SLB negeri.
Baca juga: Ketua LSM BPKP Sumbar Minta Komisi III DPRD Agam Pantau Proyek Di Kabupaten Agam Yang Diduga Banyak Masalah
“Kalau seandainya tidak dibantu sekolah swasta, nyatanya di Jateng itu sekolah negeri ada 40 sedangkan sekolah swasta ada 149 itu mengampu anak sekitar 12.000 dan gurunya sekitar 1.800 orang,” ungkapnya.
“Coba seandainya guru itu mogok dan tidak mau melanjutkan, mau gimana? Dari sini tolong untuk pemangku kebijakan terkait dengan pemberdayaan anak-anak ABK, dan untuk mengangkat anak-anak ABK ini supaya guru-gurunya punya tambahan penghasilan dan ikut merasakan.”
Dalam satu bulan, Endang menyebutkan, gurunya digaji sebesar 1 juta lebih, dengan hitungan Rp25.000/hari dan ada tambahan jika bekerja melebihi waktu yang ditentukan.
“Harapan saya, guru swasta bisa mendapat kesra, gaji sesuai UMR. Karena guru honorer yang mengabdi di sekolah negri itu mendapat honor UMR. Dan kalau yang guru mengabdi yang di sekolah swasta pemerintah tidak diberikan apa-apa walaupun 100 ribu, itu mulai tahun 2015 sampai sekarang,” katanya.
Dia juga meminta agar pemerintah dapat memperhatikan sarana prasarana di sekolah SLB swasta. Menurutnya, setiap kali mengajukan bantuan itu sulitnya bukan main. Syaratnya terlalu banyak antara lain harus punya sertifikat yayasan, yang mana yayasan tersebut milik sendiri.
Sementara itu, dia mengemukakan, sekolah mau mensertifikatkan tanah menjadi hak milik yayasan itu biayanya mahal, bisa mencapai 40 juta.
“Dulu begini, waktu itu Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo salah persepsi, saat itu pertemuan di UNS ketemu dengan sekolah SLB swasta dan negeri, itu dia menganggap swasta itu kaya, yayasan itu kaya. Padahal itu salah besar,” sanggahnya.
Lebih lanjut Endang menyebut, bahwa hati nuraninya terketuk untuk membuat Sekolah Luar Biasa karena iba. Dengan dana seadanya dan bukan yayasan besar. Jadi sangat tidak beralasan jika Gubernur Jateng menyebutkan SLB swasta itu kaya.
Berdasarkan data yang dihimpun, saat ini SLB baru ada di Jepon, Cepu, dan Budi Mulyo Jepon, sedangkan di Blora Barat belum ada. Padahal, potensi anak berkebutuhan khusus itu ada di masing-masing wilayah.
“Terus saya mendirikan sekolahan itu bukan dari yayasan kaya melainkan yayasan yang dibuat legalitas dari organisasi. Dan kalau tidak mempunyai yayasan itu tidak mungkin bisa mendirikan sekolahan, dan itu syarat,” jelasnya.
“Kami mendirikan sekolah ini, ingin membantu pemerintah. Karena nanti orang nyerbu pemerintah, dengan protes bahwa banyak yang tidak diperhatikan, ini siapa yang disalahkan. Kita sebagai warga negara pingin membantu bagaimana anak berkebutuhan khusus itu punya rasa senang seperti orang normal, itu bagaimana. Itu saja, tidak muluk muluk,” ucapnya.
Dia berpendapat, bahwa anak SLB memang mempunyai kebutuhan khusus yang tidak mungkin didapatkan di sekolah umum. Bahkan, bisa jadi karakternya akan terganggu jika bersekolah di sekolah umum karena kemungkinan akan mendapat bullyan.
“Akhirnya anaknya akan down dan akan menjadi pesimis. Dan Alhamdulillah siswa saya yang dulunya sekolah di sekolah umum dan dikucilkan, sekarang menjadi anak-anak yang pintar. Tulisannya bagus, bisa berkata-kata dengan baik, bisa menyusun kalimat baik, dan bisa berubah,” ungkapnya.
Beberapa di antaranya, Endang mengungkapkan bahkan sudah pandai menghafal surat-surat pendek, surat Yasiin, Asmaul Husna dan lain lain. Dan ini bisa 5 hari hafal beberapa surat, padahal tidak bisa nulis. Mereka bisa menghafal huruf dan angka meskipun belum bisa menulis.(jateng7.com./sbr Guru SLB Swasta Kabupaten Blora).
Comment